Selasa, 30 Oktober 2007

Para ProFesi Menjamin profesi mereka ekslusif

Pengkategorian posisi perencana sebagai sebuah "profesi", dan bukan sekedar "pekerjaan", secara filosofis sebenarnya mensyaratkan terpenuhinya beberapa ciri definitif, baik dalam tataran konseptual maupun teknis. perlu diperhatikan bahwa logika yang berkembang dalam wacana keseharian sebenarnya akan memperlihatkan bahwa sebenarnya perbedaan antara apa yang kita sebut dengan profesi (profession) dan pekerjaan (occupation) adalah sangat tipis.Secara umum, profesi seringkali dipahami sebagai sebuah fungsi kerja atau kegiatan yang terspesialisasi dalam masyarakat, dan biasanya dilakoni oleh mereka yang disebut sebagai kaum profesional.


Berikut ini adalah cara profesi ekslusif mempertahankan profesinya:


  • Suatu profesi haruslah muncul dari kumpulan orang-orang yang memiliki spesialisasi yang hanya diketahui dan dimengerti oleh beberapa orang saja, atau pengetahuan sistematis (atau keahlian maupun seni) yang tidak diketahui oleh umum atau tersedia untuk semua orang.

  • Suatu profesi harus melibatkan komunitas yang terdiri dari individu-individu pembelajar, profesional yang membagi pengetahuan/visi umum mengenai nilai sosial dan rasional mengenai profesi mereka.

  • Suatu profesi harus menyediakan pelayanan yang secara riil memberikan keuntungan bagi masyarakat, sejauh yang mereka promosikan, atau memberikan contoh, penjelasan pribadi mengenai benda sosial.

  • Suatu profesi harus diorganisasikan sebagai asosiasi yang eksklusif, dengan mekanisme yang berada di tempat untuk mengamankan otonomi dari keahlian tersebut.



Referensi:

• Bickenbach, Jerome E. and Sue Hendler, "The Moral Mandate of The ‘Profession’ of Planning", Values and Planning, 1998
• Calavita, Nico and Roger Caves, "Planners’ Attitudes Toward Growth : A Comparative Case Study", Journal of the American Planning Aassociation, Vol.60, No.4, American Planning Association, Chicago, 1994
• Friedmann, John (1987), "Planning in The Public Domain : From Knowledge to Action", Princeton University Press, Princeton-New Jersey. • Howe, Elizabeth and Jerome Kaufman, "The Ethics of Contemporary American Planners", APA Journal, American Planning Association, Chicago, July 1979

Senin, 29 Oktober 2007

froud

fraud --> kecurangan dalam IT tapi tidak tergolong crime sehingga tidak dapat dituntut secara hukum.

contoh kasus froud dalam 1 tahun terakhir:

Sorotan terhadap pengadaan barang IT terhadap bank-bank BUMN meningkat akhir-akhir ini. Sebenarnya apa yang terjadi dari permasalahan tersebut? Memang, penggunaan teknologi informasi (selanjutnya disebut IT) di berbagai industri jasa tidak dapat dihindarkan dan telah mengubah sifat dari penyampaian jasa, yang memaksa pegawai dan pelanggan untuk lebih berinteraksi dengan teknologi yang dapat menghemat waktu, ruang dan jarak tempuh atas data dan informasi dalam penyampaian servis yang dapat memuaskan nasabah pelanggan.
Industri perbankan jelas sangat terimbas dengan perkembangan IT, yang berdampak pada tingkat persaingan ketat untuk memperebutkan nasabah. Tuntutan untuk menyediakan jasa keuangan yang universal menjadi tidak terhindarkan (traditional banking, e-banking, mobile banking, phone banking, wire transfrer, priority banking; securitization; insurance; investment banking; dan seterusnya). Tidak ada lagi batas antara pasar keuangan antar negara (borderless).
Sayangnya, kesadaran atas pemilihan dan pengembangan IT yang handal di masa lalu, lambat disadari oleh para bankir kita. Para bankir tidak mempunyai visi atau misi ke depan yang berkaitan dengan pemilihan dan pengembangan IT. Kesadaran IT Governance baru terasa ketika persaingan makin menggila dimana belanja barang IT telah menjadi luar biasa mahal paska krisis ekonomi 1997.
Bank yang menyadari pentingnya IT Governance dapat memetik "buah" dari investasi dan pengorbaan yang telah mereka lakukan. Sebaliknya, bank yang terlambat terlihat terengah-engah dan menjadi kalah bersaing.
Kegagalan pengembangan IT dapat meningkatkan keluhan dan tututan nasabah serta tingginya risiko operasional misalnya a.l. perbedaan angka laporan, kesulitan mengadopsi prinsip akuntansi yang berlaku, kesulitan untuk melakukan rekonsiliasi antar rekening sehingga menimbulkan pos terbuka dalam jumlah besar akibat tidak memadainya data dan informasi yang dihasilkannya atau sistem informasi manajemen (MIS). Hal tersebut berkaitan dengan kelemahan sistem pengendalian intern sehingga terjadi kesempatan bagi pegawai untuk melakukan fraud (windows of the opportunities). Akibatnya reputasi bank melorot, padahal unsur kepercayaan sangat penting bagi industri perbankan.
Ketidak-mampuan bank untuk memuaskan nasabah membuatnya pindah ke bank lain dan mengakibatkan bank kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan. Karena nasabah dapat menggunakan berbagai jasa bank misalnya deposan dan atau giran sekaligus debitur.
Mengapa IT Governance?
Weill & Ross (MIT, 2005) mengemukakan bahwa IT Governance meliputi 5 hal yang penting yaitu IT Principles yang menyangkut keputusan tingkat tinggi mengenai peran strategis IT untuk mendukung bisnis. IT Architecture yang meliputi serangkaian pilihan teknik IT yang terpadu untuk membantu organisasi memenuhi kebutuhan bisnisnya. Sementara itu, IT Infrastructure meliputi penyediaan jasa IT yang terpusat dan terkoordinasi yang merupakan fondasi atas kapabilitas IT yang dimiliki suatu perusahaan. IT Infrastructure diciptakan lebih dahulu sebelum Business Application diformulasikan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan (business requirement).
Kesadaran pemilihan dan pengembangan IT terletak pada top management karena mereka penentu strategi bisnis. Hal ini melibatkan pengadaan IT yang relatif mahal yang seringkali tidak sesuai dengan kaidah good corporate governance. Bukan rahasia lagi kalau korupsi sudah membudaya sehingga mark-up pembelian atau membeli barang yang bermutu rendah dengan harga mahal menjadi praktek biasa dengan komisi masuk kantung pribadi. Barang IT lalu menjadi beban perusahaan yang dapat menimbulkan IT Failure lalu menimbulkan frustasi dan tingginya tingkat risiko operasional dan risiko reputasi.
Organisasi yang mengedepankan governance akan memilih perangkat IT yang berkualitas sehingga menghasilkan sistem informasi manajemen (MIS) yang handal dan mendukung pengembangan bisnisnya. Sebagaimana disampaikan Damianides (Information Systems Management, 2005): "The prominent role of IT in creating business value has accelerated the establishment of the concept of IT Governance as a high priority for boards of directors and executive management. IT Governance practices need to focus on ensuring that the expectations of IT are met. An effective IT Governance program will help organizations understand the issues and ensure that IT can sustain operations, and help enable companies to use IT for competitive advantage."
Dengan kata lain, memang IT Governance awalnya berada di tangan direksi, komisaris atau pemilik yang mau tahu perubahan/percepatan IT dan mempunyai komitmen dalam pemilihan/pengembangan IT sehingga peran Chief Information Officer (CIO) saat ini menjadi penting karena membantu manajemen untuk melihat apa yang dibutuhkan organisasi agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan/tuntutan pasar (competitive advantage).
Peran pegawai juga penting, apakah mereka mau menyesuaikan dengan "perubahan" yang berkaitan perkembangan IT sehingga diperlukan sikap inovatif, ketekunan dan keinginan untuk belajar. Perubahan IT dapat menyebabkan perubahan prosedur kerja yang dapat menimbulkan frustrasi. Jim Collins dalam buku best sellernya Good to Great mengatakan teknologi memang dapat mempercepat transformasi tetapi teknologi tidak dapat menyebabkan tranformasi itu sendiri. Karenanya, IT Governance juga berkaitan dengan pengembangan SDM yang berkualitas.